Lumajang-Bencana alam berturut-turut
terjadi di Indonesia pada November hingga Desember 2022. Mulai dari gempa bumi
Cianjur disusul gempa Garut dan selanjutnya letusan Gunung Semeru.
Minggu,
4 Desember 2022, Gunung Semeru kembali meletus. Gumpalan awan raksasa keluar
dari kawah gunung api yang terletak di Kabupaten
Lumajang dan Malang, Jawa Timur.
Hingga hari ini Senin (5/12/2022), gunung Semeru masih mengeluarkan
awan panas guguran dengan amplitudo 25 mm dan lama gempa 386 detik. Petugas Pos
Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru, Mukdas Sofian mengatakan, aktivitas Gunung Semeru pada
periode pengamatan 5 Desember 2022 pukul 00.00-06.00 WIB mengalami satu kali
awan panas guguran dengan amplitudo 25 mm dan lama gempa 386 detik.
"Hasil
pengamatan kegempaan hari ini selama enam jam, Gunung Semeru juga mengalami 29
kali letusan atau erupsi dengan amplitudo 11-22 mm dan lama gempa 65-120
detik," tuturnya.
Aktivitas
Semeru juga terekam enam kali gempa guguran dengan amplitudo 1-8 mm dan lama
gempa 50-140 detik, satu kali gempa vulkanik dalam, dan satu kali gempa
tektonik jauh.
"Pengamatan
visual, Gunung Semeru terlihat jelas, teramati asap kawah putih dengan
intensitas tipis hingga sedang yang tingginya mencapai 500 meter dari puncak,
kemudian angin lemah ke arah barat daya," katanya.
Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan status Gunung
Semeru di Jawa Timur pada Minggu 4 Desember 2022 sudah dinaikkan dari Level 3
atau Siaga menjadi Level 4 atau Awas terhitung mulai pukul 12.00 WIB.
"Status
Gunung Semeru dinaikkan dari Siaga (Level 3) menjadi Awas (Level 4) terhitung
hari Minggu 4 Desember 2022 pukul 12.00 WIB," kata Kepala PVMBG Hendra
Gunawan dalam keterangannya.
Ahli
Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman
mengatakan bahwa letusan gunung Semeru pada Minggu 4 Desember kemarin
memiliki perbedaan dengan letusan-letusan sebelumnya, letusan Semeru tahun lalu
itu berkaitan faktor eksternal (cuaca hujan). Namun, letusan kemarin
dikarenakan faktor internal yaitu adanya pergerakan magma.
"Letusan
sekarang berbeda dengan letusan tahun lalu, Kalau tahun lalu itu berkesamaan
dengan hujan, Namun letusan kemarin itu karena ada pergerakan magmanya saja
yang berpengaruh pada letusan," kata Mirzam kepada Liputan6.com,
Senin (5/12/2022).
Mirzam
menjelaskan, bahwa Semeru merupakan gunung api dengan tipikal strato yang
memiliki dua jenis erupsi, yaitu mengeluarkan lava dan atau abu vulkanik.
Kendati demikian, Mirzam mengatakan abu vulkanik yang dimiliki Semeru memiliki
perbedaan dengan gunung api lainnya.
"Yang
agak berbeda dengan gunung api lainnya. Abu Semeru memiliki kemiripan dengan
Abu yang ada di Bromo, yaitu memiliki abu yang lebih berat sehingga jika
mengalami letusan abu tersebut tidak bisa terbang jauh dan hanya terbang
beberapa radius kilometer kemudian turun," kata Mirzam.
Lebih
lanjut, kata Mirzam, fenomena Semeru hari ini juga mengajarkan kita hal baru
bahwa ada tantangan yang lebih sulit untuk mendeteksi letusan gunung api
khususnya Semeru dari tahun-tahun sebelumnya.
"Meskipun
magmanya bisa dideteksi. Namun, letusan Semeru kemarin bersumber pada kedalaman
yang langsung menyembur ke permukaan tanpa dia singgah di kedalaman yang
dangkal. Sehingga hal itu sulit untuk dideteksi. Artinya, Semeru mengajarkan
sesuatu yang baru," Lanjutnya.
Mirzam menjelaskan, bahaya dari gunung api secara umum ada dua,
yaitu primer dan sekunder. Bahaya primer berkaitan langsung saat gunung meletus
dan bahaya sekunder yang tidak berkaitan langsung saat gunung api tersebut
meletus.
"Misalnya,
adanya lahar (Sebagai bahaya sekunder). Meskipun nanti erupsi Semeru dalam
beberapa waktu kedepan itu berhenti. Namun, lahar itu masih berpotensi
menyebabkan dampak, khususnya di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan
sungai," kata dia.
Meski
begitu, Mirzam menyatakan antisipasi bahaya letusan gunung Semeru kemarin
sudah pada level yang baik. Mengingat, masyarakat dan pemerintah jauh lebih
siap, sehingga antisipasinya lebih cepat.
"Saya
pikir sekarang antisipasinya jauh lebih baik dari tahun lalu. Jadi masyarakat
yang tinggal itu tidak lagi hanya menerima informasi melainkan sudah jadi
subjek yang aktif," Pungkasnya.
Sementara
itu, Ahli Vulkanologi I Gusti Bagus Eddy Sucipta mengatakan bahwa
letusan Gunung Semeru pada Sabtu lalu disebabkan oleh aliran lava yang
sudah menumpuk sejak satu tahun lalu yang kemudian turun dan membentuk awan
panas guguran (APG).
"Begitu
dia magma, lavanya itu membeku di lerengnya. Kemudian gugur, itu akan membentuk
Awan panas guguran (APG) dari lidah lavanya," kata Bagus kepada Liputan6.com,
Senin (5/12/2022).
Dosen
Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, menambahkan bahwa
peristiwa yang terjadi di Semeru kemarin bukan merupakan erupsi. Melainkan,
awan panas guguran (APG) yang membuat aktivitas gunung Semeru meningkat.
"Saya
tidak mengatakan erupsi, melainkan APG. Tadi saya lihat APG-nya masih ada, itu
artinya kondisi Semeru masih belum stabil lidah lavanya," Ujarnya
Lebih
lanjut, kata Bagus, potensi adanya APG ini diperkirakan masih mungkin terjadi
untuk beberapa hari kedepan.
"Mungkin
beberapa hari kedepan masih. Awan panas itu gak pernah lama, yang kemarin ini
lama. Normalnya sejam dua jam selesai," kata Bagus.
Adapun
terkait peringatan atau early waring system gunung
api, Bagus menilai langkah PVMBG sejauh ini sudah baik dalam memberikan
informasi seputar aktivitas gunung api. Terlebih, dalam memberikan peringatan
bahaya dari aktivitas gunung api.
"Kalau
yang saya lihat teman-teman di PVMBG itu sudah bagus. Jadi mereka punya peta
potensi kemudian mereka juga punya early warning system yang
bisa ditangkap secara visual," Pungkasnya.er-Sumber:liputan 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar