BLORA – Cakrawalainline, Lebih dari 192 warga petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Sambongwangan, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah tertipu total ratusan juta rupiah. Para patani hutan yang rata-rata sudah berusia lebih dari setengah abad tersebut awalnya diiming-imingi bisa memiliki sertifikat tanah milik Perhutani dengan nominal biaya bervariasi.
Menurut salah satu anggota KTH berinisial K (52) menuturkan awalnya ada sosialisasi dari Ketua KTH Wana Lestari Barokah, Pargi, dan Pendamping KTH bernama Mujiono alias Abah dari LSM Semut Ireng. Disosialisasikan bahwa para anggota KTH dapat memiliki serifikat tanah milik Perhutani dengan biaya antara Rp 200.000 – Rp 800.000 per sertifikat tergantung bidang luas tanah yang diajukan untuk disertifikatkan.
“Selain menyetorkan uang sebagai biaya administrasi, kami juga diminta mengumpulkan fotokopi KK dan KTP ke Pendamping KTH,” terangnya, Sabtu (12/8/2023).
Namun belakangan diketahui bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh Ketua KTH dan Pendamping KTH merupakan sebuah ‘pelintiran’ kegiatan serupa yang diterima kedua oknum tersebut. Menurut petani K ini, sebenarnya sosialisasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diterima kedua oknum itu tentang Penyelenggaraan Pemberian Perhutanan Sosial dan Peran Pendamping Perhutanan Sosial.
“Namun mereka mengatakan hasil sosialisasi dari KLHK adalah bahwa kami para petani hutan bisa memiliki sertifikat tanah Perhutani yang kami garap dengan menyerahkan biaya penerbitan sertifikat tanah itu. Jadi sosialisasi dari Kementerian LHK itu mereka pelintir, yang mana seharusnya kami yang mendapat sosialisasi secara langsung, bukan hanya mereka berdua saja,” ujar K.
Ditanya apakah tindakan Ketua KTH dan Pendamping KTH tidak dilaporkan ke pihak berwajib, petani lain yang hanya mau disebut inisial J (51) menjelaskan alasan para anggota KTH tidak melaporkan. Diungkapkan, mereka merasa sudah tua dan kurang berpengalaman, sehingga tidak berani melaporkan apa yang mereka alami, diberi iming-iming sertifikat dan kemudian ditipu ratusan juta rupiah.
Dalam penelusuran media ini, memang ada Surat Edaran (SE) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nomor: SE.11/PSKL/SET/PSL.0/6/2022 tentang Penyelenggaraan Persetujuan Perhutanan Sosial dan Peran Pendamping Perhutanan Sosial. Dalam angka Romawi III angka 2, jelas disebutkan: Kepada Pendamping Perhutanan Sosial dan Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial dilarang: a) Melakukan pungutan kepada anggota kelompok untuk pengurus distribusi akses legal; b) Melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada anggota kelompok.
Melalui pertanyaan lain kepada K dan J, terungkap bahwa kini ada pihak yang berempati atas nasib buruk yang dialami para petani hutan di Desa Sambongwangan, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora tersebut. Pihak yang tidak disebutkan namanya itu, menurut K sedang berupaya untuk membantu para anggota KTH melapor ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Semoga apa yang kami alami bisa ditindak oleh aparat berwajib, karena kami benar-benar telah ditipu oleh mereka. Kebodohan kami dimanfaatkan oleh ketua kami sendiri,” Cl - Sumber : Inspirasi Jateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar