BLORA - Cakrawalaonline, Semenjak ditetapkan sebagai tersangka,
anggota DPRD Kabupaten Blora Abdullah Amin dan seorang notaris sekaligus PPAT
atas nama Elizabeth Estiningsih hingga kini belum ditahan Polda Jateng.
Hal itu kemudian disesalkan pihak pelapor melalui
penasehat hukumnya Karya Bima Satria Yuwono. Lantaran secara teori hukum
harusnya sudah ada penahanan.
BLORA - Semenjak ditetapkan sebagai tersangka,
anggota DPRD Kabupaten Blora Abdullah Amin dan seorang notaris sekaligus PPAT
atas nama Elizabeth Estiningsih hingga kini belum ditahan Polda Jateng.
Hal itu kemudian disesalkan pihak pelapor melalui
penasehat hukumnya Karya Bima Satria Yuwono. Lantaran secara teori hukum
harusnya sudah ada penahanan.
Sebelumnya diberitakan kasus mafia tanah itu bermula
saat Sri Budiyono meminjam uang Rp 150 juta pada AA dengan jaminan sertifikat
tanah dan bangunan.
Dalam prosesnya, saat akan dilakukan pembayaran
utang itu, sertifikat tanah sudah balik nama tanpa sepengetahuan korban.
Atas hal itu, pada 7 Desember 2021, Sri Budiyono
yang merupakan seorang ASN melaporkan Abdullah Aminudin dan Elizabeth
Estiningsih terkait dugaan tindak pidana pembuatan atau penggunaan akta otentik
berupa akta jual beli dan penggelapan dan penipuan, sesuai Pasal 264 KUHP,
Pasal 266 KUHP, Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP.
Dalam perjalanannya pada 18 November 2022 Polda
Jateng menetapkan AA dan seorang notaris sekaligus PPAT atas nama Elizabeth
Estiningsih sebagai tersangka.
Penasehat Hukum Sri Budiyono, Karya Bima Satria
Yuwono menjelaskan jika sesuai aturan hukum, harusnya dilakukan penahanan
terhadap kedua terlapor. Terlebih sebelumnya sudah ada penetapan tersangka.
"Pasal 21 KUHAP sudah jelas, bahwa ada syarat
objektif untuk dilakukan penahanan. Yakni dugaan tindak pidana yang dilakukan
oleh terlapor, ancaman hukumannya di atas 5 tahun," jelasnya.
Menurutnya penjelasan lebih lanjut bisa dilihat pada
Pasal 264, 266, 378 atau 273 KUHP. Selain itu menurutnya juga ada syarat
subjektif yang seharusnya dapat dilakukan penahanan terhadap terlapor.
"Yakni pada waktu undangan konfrontasi pertama
terlapor tidak hadir, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Padahal kami selaku
pelapor dan pihak-pihak lain terkait sudah datang jauh-jauh dari blora,"
tambahnya.
Dengan rentetan hal tersebut, menurutnya secara
teori hukum sudah sangat kuat untuk menjadi alasan bagi Polda Jateng bisa
melakukan penahanan.
"Namun hingga detik ini sama sekali tidak
pernah dilakukan penahanan," imbuhnya.
Ia pun berharap, atas kasus tersebut Polda Jateng
dan komponen di dalamnya yang menangani kasus tersebut bisa saling kerjasama
guna mencari keadilan. Dengan kerja cepat dan efisien. Lantaran jika terlalu
lama, kasusnya bisa terkatung-katung.
"Karena jika terlalu lama, sangat kasihan
terhadap masyarakat yang butuh keadilan," katanya.
Kanit II Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda Jateng
Kompol Supriyadi menjelaskan terkait kasus tersebut masih berproses. Saat ini
pihaknya menunggu hasil Labfor terkait tanda tangan Sri Budiyono. "Apakah
tanda tangannya identik atau tidak, semoga minggu depan sudah ada hasilnya.
Aslinya kasusnya pasal 266 KUHP," terangnya.
Menurutnya pihak Polda Jateng memang tidak melakukan
penahanan. Saat ini pihaknya fokus untuk melengkapi berkas perkara.
"Semoga berkas segera P-21 dan segera disidangkan," imbuhnya. Cl - Sumber : Radar Kudus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar