JAKARTA – Cakrawalaonline, Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap sindikat peredaran gelap narkoba jaringan internasional Fredy Pratama. Pengungkapan ini dilakukan melalui kerja sama berbagai kementerian/lembaga, kepolisian daerah (polda) jajaran, serta melibatkan Kepolisian Malaysia dan Kepolisian Thailand. Menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, ini merupakan pengungkapan sindikat kasus narkoba terbesar se-Indonesia. "Setelah ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa sindikat Fredy pratama ini adalah sindikat narkoba yang cukup besar, mungkin terbesar," kata Wahyu dalam paparannya di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Wahyu menyampaikan, pengungkapan ini merupakan yang terbesar lantaran pada kurun waktu 2020-2023, ada 408 laporan kasus narkoba terkait jaringan Fredy Pratama. Meski sindikatnya sudah diungkap, Fredy masih buron.
Dari sekitar 408 laporan yang masuk pada periode 2020-2023, polisi menetapkan total 884 tersangka yang terafiliasi dengan sindikat narkoba Fredy Pratama. Wahyu menyampaikan, para tersangka yang telah ditangkap memiliki peran berbeda-beda sesuai dengan tugasnya masing-masing. Eks Asisten SDM Kapolri ini juga mencontohkan peran dari beberapa tersangka. Misalnya, inisial K alias R berperan sebagai pengendali operasional. Kemudian, MFN alias D berperan sebagai pengendali keuangan. AR sebagai Koordinator Dokumen Palsu. FA dan SA sebagai kurir uang cash di luar negeri.
KI sebagai koordinator pengumpul uang cash. Kemudian T, YPI, dan DS sebagai koordinator penarikan uang tunai. BFM sebagai pembuat dokumen palsu yaitu KTP dan rekening palsu. Selanjutnya, FR dan AA sebagai kurir pembawa sabu
Sindikat peredaran gelap narkoba ini, kata Wahyu, beroperasi mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi di wilayah Indonesia dan Malaysia bagian timur. Eks Kabaintelkam ini mengatakan, sindikat tersebut dikendalikan oleh Fredy Pratama selaku bandar besar yang juga merupakan pengendali utama (master mind). Dia juga mengatakan, Fredy memiliki sejumlah nama samaran, seperti Maming, The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit. Fredy juga disebut sempat melangsungkan aksinya dari negara Thailand. “Yang bersangkutan ini mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia dari Thailand," ujar jenderal bintang tiga itu
Menurut Wahyu, sindikat narkoba jaringan internasional Fredy Pratama bekerja secara rapi dan terstruktur. Meski begitu, sindikat ini memiliki kesamaan modus operandinya, salah satu kesamaannya dalam hal cara komunikasi. "Ada kesamaan modus operandi yang digunakan oleh para sindikat tersebut. Khususnya penggunaan alat komunikasi, yaitu menggunakan aplikasi Blackberry Messenger Enterprise, Threema, dan Wire saat berkomunikasi," ucap dia.
Hal ini yang akhirnya membuat Polri berhasil mengungkap anggota sindikat Fredy tersebut. Sebab, berdasarkan hasil pendalaman sejumlah kasus narkoba yang komunikasi dengan cara itu, bermuara pada Fredy Pratama. Dari pendalaman juga diketahui, mereka juga menggunakan berbagai rekening bank. Sindikat ini pun hanya memakai aplikasi komunikasi yang sudah diatur, bukan aplikasi yang biasa digunakan masyarakat umum. "Sehingga dipilihlah tadi BBM Messenger, Wire, dan lain sebagainya. Ini sudah diatur semuanya. Jadi terstruktur sekali dan terorganisir sekali sindikasi ini," kata dia.
Para tersangka dalam sindikat ini tidak hanya dijerat pasal tindak pidana terkait narkotika. Beberapa di antaranya juga dijerat pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wahyu Widada mengatakan, penerapan pasal TPPU terhadap para pelaku tersebut dimaksudkan untuk memutus rantai peredaran gelap narkoba. “Karena kalau tidak dikenakan tindak pidana TPPU mereka masih punya uang, masih berpotensi melakukan pengendalian tindak pidana peredaran gelap narkoba ini,” ucap Wahyu.
Oleh karena itu, pasal TPPU ikut disertakan untuk memiskinkan para tersangka kasus narkoba agar tidak mengulangi perbuatannya. Dia juga berharap hal ini bisa mengurangi jumlah narkoba yang beredar di Indonesia serta memberikan efek jera kepada para pelaku. “Prinsipnya yang melakukan tindak pidana narkoba ya nanti kita miskinkan dengan melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang dimiliki khususnya yang berasal dari tindak pidana peredaran gelap narkoba,” tutur dia. Untuk tersangka kasus narkoba dikenakan Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2), Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Sementara itu, terhadap para tersangka terkait TPPU dikenakan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Salah satu tersangka dalam kasus ini yang dijerat terkait TPPU adalah seorang selebgram asal Palembang, inisial APS. APS diduga turut menikmati serta menyembunyikan aset milik suaminya yang merupakan bandar narkoba terkait peredaran gelap jaringan internasional Fredy. Adapun suaminya saat ini tengah mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Nusa Kambangan.
"Dari pendalaman kita mengetahui bahwa diduga tersangka APS ini ikut menikmati hasil penjualan narkoba dari suaminya yang berinisial K," ucap Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika.
Menurut Helmy, APS ini adalah selebgram di Palembang. Ia juga dikenal sebagai ratu narkoba. Helmy menyampaikan, sejumlah barang bukti telah diamankan dari tersangka APS. Beberapa barang bukti itu adalah empat rumah milik APS, satu Alfamart milik APS, dan 13 unit kendaraan roda empat berbagai jenis. "Kemudian beberapa perhiasan atau barang barang branded juga sudah kita lakukan penyitaan dan mungkin ini tidak akan berhenti sampai di sini," ucap dia.
Selain menyita barang-barang dari tersangka APS, Polri menyita sejumlah aset dan barang bukti lainnya. Selama periode 2020-2023, total ada Rp 10,5 triliun aset dan barang bukti terkait kasus tindak pidana narkoba dan TPPU yang berkaitan dengan sindikat ini. "Nilainya cukup fantastis yaitu sekitar Rp 10,5 trilihn selama tahun 2020 sampai 2023," kata Kabareskrim Polri. Rinciannya, sebanyak Rp 55,02 miliar aset disita dari kasus tindak pidana narkotika. Aset ini mencakup sejumlah uang tunai, empat unit bangunan, 13 unit kendaraan, serta uang dalam sejumlah rekening. Kemudian, sejumlah ada aset senilai Rp 273,43 miliar dari hasil TPPU disita.
Aset hasil TPPU ini mencakup 8 kendaraan, uang tunia, serta saldo dalam rekening, aset Fredy di Thailand, serta 33 bidang tanah dan bangunan di berbagai wilayah Indonesia. Selanjutnya, dari barang bukti disita 10,2 ton sabu yang apabila dirupiahkan mencapai Rp 10,2 triliun serta 116.346 butir ekstasi yang jika dirupiahkan mencapai Rp 63,99 miliar. Adapun sebagian dari barang bukti ini juga telah dimusnahkan. Sementara itu, sebagian lainnya sedang dalam proses untuk dimusnahkan. Cl – Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar